Ditolak 16 Kampus, Remaja 18 Tahun asal California Ini Direkrut Google sebagai Software Engineer

Remaja berusia 18 tahun asal California, Stanley Zhong ditolak oleh 16 perguruan tinggi dari 18 perguruan tinggi yang ia daftar. Zhong merupakan remaja lulusan Gunn High School di Palo Alto, California. Zhong dikenal sebagai siswa yang cerdas di sekolahnya dengan memiliki IPK tidak tertimbang 3,97 dan 4,42 tertimbang.

Ia juga memiliki skor SAT yang hampir sempurna yaitu 1590, dikutip dari Nextshark. Pada tahun keduanya, Zhong mendirikan startup nya sendiri yang bernama 'RabbitSign'. RabbitSign merupakan startup yang menawarkan penandatanganan elektronik gratis tanpa batas.

Setelah itu, Zhong memutuskan untuk mendaftar ke 18 perguruan tinggi. 'Kalau Mau Tinggal Pulang' Akhirnya Damai, Nikita Mirzani Belikan Lolly Tiket Kembali ke Indonesia Ditolak 16 Kampus, Remaja 18 Tahun asal California Ini Direkrut Google sebagai Software Engineer

Remaja 17 Tahun Ajak Gadis 16 Tahun Kawin Lari, Murka Ditolak hingga Lakukan Kekerasan Seksual Pernah Ngaku Masih Serumah, Teuku Ryan Ternyata Tak Lagi Seatap dengan Ria Ricis, Sudah Setahun Halaman 4 Remaja 18 Tahun Asal Murung Pudak Tabalong Ditangkap Usai Menjual Obat Tanpa Izin Edar

Polisi Tangkap Remaja 16 Tahun di Kaimana, Ini Perbuatannya Pengakuan Kakak Ipar soal Ria Ricis Tak Pernah Disentuh, Teuku Ryan: Paham Agama Seperti Fitnah Halaman 4 Sayangnya, ia terkejut karena dari 18 perguruan tinggi yang ia daftar, hanya 2 yang menerimanya.

Zhong diterima di Universitas Texas dan Universitas Maryland. Sementara 16 kampus yang tidak menerimanya adalah MIT, Carnegie Mellon, Stanford, UC Berkeley, UCLA, UCSD, UCSB, UC Davis, Cal Poly San Luis Obispo, Cornell University, University of Illinois, University of Michigan, Georgia Tech, Caltech, University of Washington dan Universitas Wisconsin. “Beberapa sekolah negeri yang saya pikir, kamu tahu, saya memiliki peluang bagus dan ternyata sedikit peluang yang saya miliki, saya tidak masuk,” kata Zhong kepada ABC7.

Setelah mengetahui hal tersebut, ia awalnya berencana untuk melanjutkan studi di Universitas Texas. “Saya sebenarnya mengikuti orientasi Universitas Texas,” kata Zhong. Namun ketika Zhong mendapat tawaran pekerjaan rekayasa perangkat lunak atau software engineer penuh waktu dari raksasa teknologi Google yang berbasis di California, ia memutuskan menunda kuliahnya.

“Tetapi begitu tawaran Google diterima, saya pikir ini adalah peluang bagus. Saya akan menerimanya, dan kita lihat setahun dari sekarang, apakah saya masih ingin kuliah di University of Texas atau haruskah saya tetap menggunakan Google?” jelasnya. Ayah Zhong bekerja di Google sebagai manajer Software Engineer. Sejak saat kecil, sang ayah telah memperkenalkan coding.

Awal mula Zhong mendapat tawaran dari Google adalah pada tahun 2018. Namun pada saat itu, ia masih berusia 13 tahun. Oleh karena itu, Zhong menghubungi kembali Google dan melakukan wawancara.

Meskipun ayahnya bekerja di Google, ia tidak mengetahui keputusan Google setelah anaknya mendaftar. Menurutnya, Google memiliki proses wawancara yang cukup ketat. “Google memiliki proses wawancara yang dikontrol dengan ketat. Saya tidak punya cara untuk mengetahui siapa yang akan menjadi pewawancara,” kata Zhong.

Kisah Zhong ini menjadi viral karena sang ayah, Nan Zhong membagikan cerita ini di beberapa grup obrolan dan blog orang tua. Tujuan sang ayah menceritakan kisah ini agar penerimaan perguruan tinggi lebih transparan. “Salah satu hal utama yang kami dorong adalah transparansi,” kata Zhong.

Setelah kisah Zhong viral, banyak orang yang berspekulasi. “Ketika cerita saya (dibagikan), kami mendengar banyak spekulasi tentang mengapa saya tidak masuk dan apa alasanna. Seharusnya tidak perlu ada spekulasi. Jika kita ditolak, kita harus bisa melihat alasannya. Kita tidak seharusnya hanya menebak nebak secara membabi buta tentang proses kotak hitam.” Kemudian kisah Zhong dilaporkan dan diangkat dalam sidang Komite Pendidikan dan Ketenagakerjaan DPR pada 28 September.

Dalam sidang tersebut membahas dampak keputusan Mahkamah Agung yang melarang tindakan afirmatif dalam penerimaan perguruan tinggi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *